SEMUA UNTUK SLAM

AHLAN WA SAHLAN

PERJUANGAN GARIS DEPAN WALAU KAU BUNUH JIWAKU TAK AKAN LARI AQIDAH DARIKU

Sabtu, 21 Mei 2011

DILEMA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN


ANTARA IDEALITA DAN REALITA MENUJU MODERNISASI KURIKULUM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN
-------------------------------------------------------------------------------------------

I.                  PENDAHULUAN
Allah swt. Telah menurunkan risalah Islam dan menjadikannya berdiri di atas landasan aqidah tauhid, aqidah: Laa Illaaha Illallaah, Muhammadur Rasulullah. Islam merupakan risalah yang besifat universal, mengatur hubungan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, dengan memandangnya sebagai manusia. Hubungan manusia secara vertical dengan Sang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur, AL Khaliq termanifestasikan dalam bentuk ikatan aqidah dan keharusan beribadah hanya kepada-Nya, serta pengakuan hanya Dia lah Yang Maha Pembuat seluruh Aturan Hukum (sistem), dan sama sekali tidak mempersekutukannya dengan apapun.
Islam telah datang dengan membawa corak pemikiran yang khas, dimana dengan pemikiran itu ia bisa melahirkan sebuah peradaban yang khas pula, yang berbeda sama sekali dengan peradaban yang lainnya. Dan Dengan pemikiran-pemikiran itu pula, ia mampu melahirkan kumpulan konsepsi kehidupan, serta menjadikan benak para penganutnya dipenuhi dengan corak peradaban tersebut. Pemikiran-pemikiran itu muga telah melahirkan pandangan hidup yang khas, yang mampu membangun sebuah masyarakat, dimana pemikiran, perasaan, sistem dan manusianya menjadi suatu kesatuan yang khas pula.
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Namun, kadang kita sebagai umat islam malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apa pun.
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat adalah merupakan Agam Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah SAW. Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman Khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi yang kita huni ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Perkembangan islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan islam yang luar biasa pengaruhnya. Sekaitan dengan itu perlu kiranya kita melihat kembali dan mengkaji kembali bagaimana sejarah islam pada masa itu.
Diketahui bahwa pendidikan nasional harus dilaksanakan berdasarkan landasan filosofi bangsa, yakni Pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur yang selalu disosialisasikan secara terus menerus oleh aparatur negara. Bahwa inti tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang meliputi berbagai segi, termasuk iman dan taqwa. Dengan demikian, pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila berarti mengarah pada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya masyarakat Indonesia seluruhnya, baik menyenangkut kecerdasan, budi pekerti, maupun keterampilan. Secara teoritis, urgensi pendidikan bagi suatu bangsa sebagaimana dikatakan oleh H.M.Arifin[1] dalam bukunya, disebabkan adanya beberapa potensi dalam setiap diri manusia, yakni potensi paedagogis, potensi psikologis, dan potensi sosiologis dan kultural.
Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia[3], hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang (primitif). Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa mendatang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa di masa mendatang, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan bangsa tersebut.[2]

II.               PEMBAHASAN
Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah Santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan moral. Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap pesantren, baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya. Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang leading.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Karena keunikannya itu, C. Geertz menyebutnya sebagai subkultur masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada zaman penjajahan, pesantren menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi. Banyak perlawanan terhadap kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren.[3]
Dunia pesantren sarat dengan aneka pesona, keunikan, kekhasan dan karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh institusi lainnya, Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat, bangsa, dan negara yang terus berkembang. Sebagai lembaga, pesantren dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-niali keislaman dengan titik berat pada pendidikan.
Sebagai sub-sistem dalam Pendidikan Nasional, untuk mengidentifikasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh pendidikan pesantren, ada baiknya juga menilik beberapa problema yang dihadapi Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional menurut Vembriarto sedikitnya menjalankan 4 (empat) fungsi, yaitu:
                    1.            Transmisi kultural, pengetahuan, sikap, nilai dan norma.
                   2.            Memilih dan mengajarkan pranata sosial
                   3.            Menjamin integritas nasional
                   4.            Mengadakan inovasi-inovasi[4]
            Mengamati fungsi tersebut, tampak bahwa pendidikan pesantren kendatipun dalam konteks ke-Indonesiaan merupakan sub-sistem, misi dan perannya tidak jauh berbeda dengan peran Pendidikan Nasional tersebut. Untuk menjalankan fungsinya secara afektif dan efisien, suatu sistem pendidikan harus sehat dan terus bergerak sesuai dengan gerak perubahan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Salah seorang pengamat menyatakan bahwa kita masih menghadapi krisis sistem pendidikan, utamanya jika dikaitkan dengan konteks masyarakat modern.

A.   DINAMIKA PONDOK PESANTREN
Pendidikan Islam, suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam.[5]
Pondok pesantren adalah salah satu pendidikan Islam di Indonesia yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Definisi pesantren sendiri mempunyai pengertian yang bervariasi, tetapi pada hakekatnya mengandung pengertian yang sama.     Dinamika perkembangan pesantren dengan beragam bentuk baru akan senantiasa bermunculan, kapanpun dan di manapun. Di tengah pergulatan masyarakat informasional, pesantren ‘dipaksa’ memasuki ruang kontestasi dengan institusi pendidikan lainnya, terlebih dengan sangat maraknya pendidikan berlabel luar negeri yang menambah semakin ketatnya persaingan mutu out-put pendidikan. Kompetisi yang semakin ketat itu, memosisikan lembaga pesantren untuk senantiasa dapat mempertaruhkan kualitas out-put pendidikannya agar tetap unggul dan menjadi pilihan masyarakat, khususnya umat Islam. Ini menunjukkan, bahwa pesantren perlu banyak melakukan pembenahan internal dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan mutu pendidikannya dengan tetap memperhatikan misi awal pesantren itu sendiri.
Pesantren, jika di sandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan system pendidikan tertua saat ini dan di anggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous, Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang di mulai sejak munculnya masyarakat Islam di nusantara pada abad ke-13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempat-tempat pengajian Ciri umum yang dapat di ketahui adalah pesantren memiliki kultur khas yang berbeda dengan budaya sekitarnya.beberapa peneliti menyebut sebagai sebuah sub-kultur yang bersifat idiosyncratic.
Di tengah pergulatan masyarakat informasional, pesantren ‘dipaksa’ memasuki ruang kontestasi dengan institusi pendidikan lainnya, terlebih dengan sangat maraknya pendidikan berlabel luar negeri yang menambah semakin ketatnya persaingan mutu out-put pendidikan. Kompetisi yang semakin ketat itu, memosisikan lembaga pesantren untuk senantiasa dapat mempertaruhkan kualitas out-put pendidikannya agar tetap unggul dan menjadi pilihan masyarakat, khususnya umat Islam. Ini menunjukkan, bahwa pesantren perlu banyak melakukan pembenahan internal dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan mutu pendidikannya dengan tetap memperhatikan misi awal pesantren itu sendiri.
1)                   DEFINISI PESANTREN
Pondok pesantren adalah salah satu pendidikan Islam di Indonesia yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Definisi pesantren sendiri mempunyai pengertian yang bervariasi, tetapi pada hakekatnya mengandung pengertian yang sama.
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Manfred Ziamek bahwa asal etimologi dari pesantren adalah pe-santri-an, "tempat santri". Santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda) mendapat pelajaran dari pimpinan pesantren (kyai) dan oleh para guru (ulama atau ustad). Dan pelajaran yang diberikan mencakup, [6] Zamakhsari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku buku agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Dan secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan Islam.[7]
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah "tempat belajar para pesantren". Sedangkan pondok berasal dari bahasa arab funduk yang berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu.berbagai bidang mengenai pengetahuan Islam.[8] 
2)                 TIPOLOGI PONDOK PESANTREN
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman, tertama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telah hilang kekhasannya. Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat. Secara faktual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yang meliputi:
a)     Pondok Pesantren Tradisional, Pondok pesantren ini masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang di tulis oleh ulama’ pada abad ke 15 dengan menggunakan bahasa arab.
b)     Pondok Pesantren Modern, Pondok pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajaranny cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik dan meninggalkan system belajar tradisional.
c)      Pondok Pesantren Komprehensif, Sistem pesantren inindisebut komprehensif merupakan sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara yang tradisional dan yang modern. Artinya di dalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan, bandongan dan watonan, namun secara reguler sistem pesekolahan terus dikembangkan. Bahkan pendidikan ketrampilan pun diaplikasikan sehingga menjadikannya berbeda dari tipologi kesatu dan kedua

B.    DILEMA DAN REALITA PONDOK PESANTREN
Pendidikan Islam awalnya dirintis melalui pendidikan pesantren salafiah yang mengajarkan khusus orientasinya tentang pendidikan Islam. Namun, perkembangan terakhir pendidikan pesantren dituntut agar dapat menguasai ilmu-ilmu umum, sehingga para lulusannya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan mampu berkompetensi di pemerintahan. Penerapan kurikulum pesantren dan madrasah dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pesantren Salafiyah dan Khalifiyah. Pesantren Salafiyah (tradisional) menyelenggarakan pembelajaran kepada kompetensi mampu menguasai isi kitab tertentu yang telah ditetapkan secara berurutan. Sedangkan, pesantren khalifiyah (modern) menempuh sistem pendidikan satuan pendidikan formal, menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum madrasah dan sekolahan (schooling system).
Pesantren modern dan madrasah mengajarkan pendidikan umum 70 persen dan 30 persen pendidikan agama Islam. Madrasah adalah sekolah umum plus agama Islam 7 jam dalam sepekan. Kini, lulusan madrasah tidak ada bedanya dengan sekolahan. Imbasnya bahwa para lulusan madrasah tidak dapat berharap banyak menjadi ulama, sebaliknya mereka yang lulusan sekolah umum pun minus pemahaman agama.
Sistem pendidikan yang berkembang sekarang terkesan ada tiga tinjauan;
Pertama,           pada pesantren tradisional tidak memiliki silabus standar             (terlalu longgar).                               Bagaimana mengukur standar         kompetensi     lulusan sebuah pesantren?
Kedua,                pada pesantren modern sistem pendidikan sama dengan pendidikan sekolahan.
Ketiga,                pada sekolah umum minus pendidikan agama.
Menyikapi sistem        pendidikan tersebut kiranya perlu perhatian sistem pendidikan masa depan yang mengombinasikan antara pendidikan agama dan umum tanpa dikotomi kurikulum. Hal ini merupakan realita bahwa pendidikan agama yang berorientasi kepada moral tak dapat dipisahkan dengan pemahaman keilmuan. Para lulusan diharapkan memiliki intelektual khas muslim, maka sistem pendidikan yang memadukan sistem pendidikan di atas perlu dicari.
pendidikan pesantren di negeri ini, tampaknya problem yang dihadapi jauh lebih kompleks daripada pendidikan umum. Yang paling sederhana saja, perangkat semacam manual yang dapat dipakai untuk menyelenggarakan pendidikan pesantren saja misalnya, kita belum memilikinya. Apalagi untuk penataan system pendidikan pesantren dalam lingkup nasional. Konsekuensi logis dari kenyataan ini antara lain adalah ketidakmampuan pendidikan pesantren untuk memenuhi logika persaingan dengan pendidikan lain. Kendatipun oleh umat Islam sendiri kebanyakan lembaga pendidikan pesantren dianggap kurang dapat memenuhi kebutuhan, apalagi memenuhi selera  mereka. Kalau dicermati, pendidikan pesantren belum dapat menjadi pendidikan alternatif, antara lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1)       Hambatan internal,
a)     karena belum tegas filsafat yang mendasarinya, sebagai implikasinya dapat dilihat beberapa gejala antara lain:
b)     Tiadanya kurikulum yang baku sebagai garis batas terhadap sistem pendidikan lainnya.
c)      Belum adanya metodologi yang baku.
d)     Belum adanya alat ukur yang dapat diandalkan dalam menilai hasil pendidikan.
2)     Hambatan eksternal :
a)     Masih terlalu tergantung pada pola pendidikan yang digariskan pemerintah, yakni pendidikan untuk menopang pembangunan.
b)     Kekurangan dana dan fasilitas, sehingga pendidikan pesantren diorientasikan kepada selera konsumen, dan menyantuni kaum marginal.
c)      Masih labilnya sistem Pendidikan Nasional.
d)     Perkembangan kebudayaan dan perubahan masyarakat yang cepat, sehingga pendidikan pesantren semakin tidak berdaya berkompetisi dengan laju perubahan masyarakat.
e)     Apresiasi masyarakat terhadap lembaga pendidikan pesantren yang belum menggembirakan.
f)       Adanya pelapisan sosial yang didasarkan pada ukuran serba materialistik dan menyebabkan masyarakat berlomba lomba
g)     menyerbu lembaga pendidikan favorit, dengan tanpa mengindahkan aspek ideologis yang tersembunyi dibaliknya.
h)     Adanya kecenderungan mismanajemen, misalnya persaingan yang tidak sehat antar pimpinan dan kepemimpinan yang tertutup.[9]

C.          SOLUSI KESELARASAN PENDIDIKAN
Pesantren saat ini sudah dianggap sebagai bagian dari sistem pendidikan pendidikan nasional. Pengakuan ini sebenarnya cukup menggembirakan bagi kalangan pesantren yang sebelumnya dianaktirikan. Dukungan pendanaan dari pemerintah juga semakin besar bagi pesantren yang memungkinkannya untuk terus berkembang.
            Namun adanya Peraturan Pemerintah (PP) PP No 55/2007 sebagai penjabaran UU Sistem Pendidikan Nasional dikhawatirkan akan menjebak pesantren pada standarisasi dan reduksi pengajaran agama. 
        PP tersebut memungkinkan pemerintah atau lembaga mandiri yang berwenang untuk melakukan akreditasi atas pendidikan keagamaan untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP). 
Isi SNP tersebut meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga pendidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. [10]
Keadaan ini dalam jangka panjang akan mengancam eksistensi, karakter dan ciri khas pesantren sebagai lembaga penddikan yang mengajarkan keilmuan dan nilai-nilai agama (tafaqquh fiddin), sebagai kontrol sosial dan sebagai agen pengembangan masyarakat.
Bersamaan dengan itu mainstream perkembangan dunia (globalisasi), pesantren dihadapkan pada beberapa perubahan sosial-budaya yang tak terelakkan. Sebagai konsekuensi logis dari perkembangan ini, pesantren mau tak mau harus memberikan respopn yang mutualistis. Sebab, pesantren tidak dapat melepaskan diri dari bingkai perubahan-perubahan itu. Dinamika sosial-ekonomi (lokal, nasional, internasional) telah mengharuskan pesantren tampil dalam persaingan dunia pasar bebas (free market). Belum lagi sejumlah perkembangan lain yang terbungkus dalam dinamika masyarakat, yang juga berujung pada pertanyaan tentang resistensi, responsibilitas, kapabilitas, dan kecanggihan pesantren dalam tuntutan perubahan besar itu. Apakah pesantren mampu menghadapi konsekuensi logis dari perubahan-perubahan itu. Atas dasar itu, dalam perkembangan ke depan, maka pesantren dapat dijadikan sebagai alternatif sistem pendidikan nasional yang akan mampu menjaga dan membentengi masyarakat dari pengaruh global yang kurang baik terhadap perkembangan akhlak bangsa, sikap bangsa, dan pemikiran bangsa ini. Oleh karena itu, agar pesantren memiliki peran yang mumpuni, maka diperlukan kebijakan pemerintah yang berpihak terhadap sistem pendidikan pesantren. Di samping itu, secara internal, pesantren harus merubahan manajemen sistem pendidikannya agar lebih berdaya-guna dan berhasil dalam menghadapi tantangan global, sehingga pesantren akan tetap eksis ditengah perubahan-perubahan itu. Bagaimana kebijakan pemerintah terhadap pendidikan pesantren di masa mendatang.
Dalam rangka menghadapkan sistem pendidikan pesantren dalam perkembangan zaman, maka system pendidikan pesantren perlu mengalami perubahan-perubahan dalam artian perlu adanya rekonstruksi agar system pendidikan tersebut tetap eksis di masa mendatang. Adapun untuk menyelaraskan hal itu, kiranya dapat di lakukan perbaikan dan peningkatan-peningkatan diantaranya :
        1.            Metode pendidikan,
Metode yang diterapkan di pesantren selama ini sebagian besar menggunakan metode induksi. Pesantren mengembangkan kajian-kajian partikular terlebih dahulu seperti fikih dan berbagai tradisi lainnya yang dianggap sebagai ilm al-hâl. Setelah penguasaan memadai, baru dirambahlah wilayah kajian yang menjadi alat bantu dalam memahami ajaran dasar. Hasilnya akan berbeda bila metodenya ini dibalik dengan menggunakan metode deduksi, yakni mengembangkan kajian yang menjadi alat bantu dalam memahami ajaran dasar terlebih dahulu, dan kemudian mengimplementasikan dalam kajian partikular seperti fikih dan perkembangan dinamika modern. Metode ini agaknya lebih bisa mengembangkan proses penalaran, kreativitas, dan dinamika dalam memahami Islam secara lebih kontekstual ketimbang sekedar metode pertama (induksi) yang lebih menekankan pemahaman doktrinal.
       2.            Kurikulum pesantren,
kurikulum pesantren harus lebih terbuka terhadap ilmu pengetahuan kontemporer yang sedang berkembang.
       3.            System pendidikan
perubahan terhadap manajemen pendidikan pesantren. Hal ini penting dilakukan mengingat proses keberhasilan sistem pendidikan pesantren sangat dipengaruhi
oleh penataan manajerialnya. Oleh karenanya, tidaklah heran kalau dikatakan bahwa al-haqq bi lâ an-nizhâm yaghlibuh albâthil bi an-nizhâm (sebuah sistem kerja usaha konstruktif yang tidak terkendali secara manajerial bisa dikalahkan oleh sistem kerja destruktif yang manajemennya tertata rapih).
Namun yang paling penting bagi sistem pendidikan pesantren di masa depan adalah adanya penyelenggaraan pendidikan formal, baik madrasah maupun sekolah umum dan perguruan tinggi yang hidup dalam satu kampus pesantren. Bentuk ini diperkirakan akan dapat bertahan di masa-masa mendatang, karena dengan demikian akan saling mengisi kekurangan masing-masing antara pesantren sebagai pendidikan non formal yang menggarap bidang nilai tafaqquh fiddîn dan pengamalan agama, dengan pendidikan formal yang menggarap ilmu lainnya.






III.            KESIMPULAN
            Berdasarkan beberapa hal yang kami sampaikan dalam makalah inni dapat di ambil kesimpulan
            Pesantren merupakan sub-kultur yang hidup dan berkembang seiring dengan berkembangnya masyarakat. Sebagai subkultur masyarakat, maka dalam perkembangan pendidikan selanjutnya, pesantren menjadi sub-sistem dari pendidikan nasional.
            Prinsip-prinsip pendidikan di pesantren merupakan indikator penting dalam menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni membentuk bangsa bermartabat. Oleh karena itu, pendidikan pesantren jangan diposisikan sebagai subsistem, tetapi harus menjadi mitra sejajar pendidikan nasional, sehingga prinsip-prinsip pendidikan di pesantren dapat dielaborasi ke dalam sistem pendidikan nasional, terutama dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional membentuk bangsa yang bermartabat.
            System  pendidikan pesantren perlu mengalami perubahan-perubahan dan  perlu adanya rekonstruksi agar system pendidikan tersebut tetap eksis di masa mendatang

















IV.             DAFTAR PUSTAKA

Airifin, H.M.            2006. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di    Lingkungan               Sekolah dan Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang.
Natsir, M. 1973. Kapita Selecta. Jakarta: Bulan Bintang.
Geertz, Clifort, 1982. Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta:             Pustaka Jaya.
St. Vembriarto, “Beberapa Aspek Pembaharuan Sistem Pendidikan      Nasional”, dalam Ismail SM, dkk. (Peny.), Paradigma        Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001)
Syed Sajjad Husaian dan Syed Ali Ashraf, Crisis Muslim Educatio"., Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam, Risalah, Bandung,  1986
Manfred Ziamek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Penterjemah Butche B.   Soenjono, LP3ES Jakarta, 1995,
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1984,
Drs. Hasbulloh. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo, Persada, Jakarta   1995,
SM, dkk. (Peny.), Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
http://www.nu.or.id/page.php//http//page.php


[1]               Airifin, H.M. 2006. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga. Jakarta: Bulan Bintang. hal. 24
[2]               Natsir, M. 1973. Kapita Selecta. Jakarta: Bulan Bintang. hal. 77.
[3]               Geertz, Clifort, 1982. Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya.

[4]               St. Vembriarto, “Beberapa Aspek Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional”, dalam Ismail SM, dkk. (Peny.), Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 171-172.
[5]               Syed Sajjad Husaian dan Syed Ali Ashraf, Crisis Muslim Educatio"., Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam, Risalah, Bandung,  1986 : 2],
[6]               Manfred Ziamek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Penterjemah Butche B. Soenjono, LP3ES Jakarta, 1995, hal 16
[7]               Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1984, hal 16
[8]               Drs. Hasbulloh. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo, Persada, Jakarta 1995,
hal 135.
[9]               SM, dkk. (Peny.), Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 172
[10]             http://www.nu.or.id/page.php//http//page.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar